Rabu, 06 Januari 2016

Empowerment, Stress dan Konflik

TUGAS KE 4 
 
Anisa Triananda
3PA13
11513080

 
A.    Definisi Empowerment

Empowerment, merupakan istilah yang cukup populer dalam bidang manajemen khususnya manajemen Sumber Daya Manusia. Banyak penafsiran tentang empowerment. Dan salah satu penafsiran yang dikenal oleh sebagian besar dari kita adalah empowerment sebagai pendelegasian wewenang dari atasan kepada bawahan.
Empowerment , yaitu upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat..Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri.
Secara umum pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial multi-dimensional yang membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri. Pemberdayaan itu merupakan suatu proses yang memupuk kekuasaan (yaitu, kemampuan mengimplementasikan) pada individu, untuk penggunaan bagi kehidupan mereka sendiri, komunitas mereka, dengan berbuat mengenai norma - norma yang mereka tentukan. (Page & Czuba, 1999:3).
Richard Carver, Managing Director dari Coverdale Organization mendefinisikan empowerment sebagai mendorong dan membolehkan seseorang untuk mengambil tanggung jawab secara pribadi untuk meningkatkan atau memperbaiki cara-cara menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kontribusi dalam pencapaian sasaran organisasi. Empowerment memerlukan penciptaan budaya yang mendorong pegawai dalam setiap tingkatan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan membantu pegawai untuk percaya diri dan kemampuan untuk melakukan perubahan.
Selain pengertian yang telah disampaikan oleh Richard Carver, ada beberapa pengertian atau pemahaman lain tentang empowerment. Namun semua definisi yang ada secara prinsip memiliki kesamaan yaitu bahwa empowerment mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

-          Adanya pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan yang didukung oleh sumber daya yang memadai.
-          Adanya kontrol atas pelimpahan kewenangan dari manajemen.
Adanya penciptaan lingkungan agar pegawai dapat memanfaatkan kemampuan atau kompetensinya secara maksimum untuk mencapai sasaran organisasi

·         Kunci efektif Empowerment dalam manajemen

Konsep pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul karena adanya dua primise mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pada masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Selanjutnya Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.

B.     Definisi stress

Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.
Secara lebih tegas Manuaba (1998) memberikan definisi sebagai berikut: Stress
adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Selanjutnya Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidak nyamanan dalam kerja. Sedangkan respon stress merupakan suatu total emosional individu dan atau merupakan respon fisiologis terhadap kejadian yang diterimanya. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digaris bawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam beranekaragam tampilan.
Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan). Dan secara konsep stress dapat didefinisikan menurut variabel kajian: Stress sebagai stimulus. Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitik beratkan pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor. Sebagai contoh: petugas air traffics control merasa lingkungan pekerjaannya penuh resiko tinggi, sehingga mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.
Stress sebagai respon. Stress sebagai variable tergantung (dependent variabel) memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor. Sebagai contoh: seseorang mengalami stress apabila akan menjalani ujian berat. Respon tubuh (strain) yang dialami dapat berupa respon psikologis (prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stress itu sendiri) dan respon fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-mulas, badan berkeringat dll)
Stress sebagai interaksi antara individu dan lingkungannya. Stress disini merupakan suatu proses penghubung antara stressor dan strain dengan reaksi stress yang berbeda pada stressor yang sama.

·                     Sumber-sumber stress pada manusia

-    Sumber-sumber stress didalam diri seseorang : Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan. Tingkatan stress yang muncul tergantung pada rasa sakit dan umur inividu(sarafino,1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama.

-    Sumber-sumber stress di dalam keluarga : Stress di sini juga dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, seperti : perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda dll. Misalnya : perbedaan keinginan tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dan anak-anak yang menyetel tape-nya keras-keras, tinggal di suatu lingkungan yang terlalu sesak, kehadiran adik baru. Khusus pada penambahan adik baru ini, dapat menimbulkan perasaan stress terutama pada diri ibu yang selama hamil (selain perasaan senang, tentu), dan setelah kelahiran. Rasa stress pada ayah sehubungan dengan adanya anggota baru dalam keluarga, sebagai kekhawatiran akan berubahnya interaksi dengan ibu sebagai istrinya atau kekhawatiran akan tambahan biaya. Pra orang tua yang kehilangan anak-anaknya atau pasanganya karena kematian akan merasa kehilangan arti (sarafino,1990).

-    Sumber-sumber stress didalam komunitas dan lingkungan : interaksi subjek diluar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stress. Contohnya : pengalaman stress anak-anak disekolah dan di beberapa kejadian kompetitif, seperti olahraga. Sedangkan beberapa pengalaman stress oang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stressful sifatnya. Khususnya ‘occupational stress’ telah diteliti secra luas.
-    Pekerjaan dan stress : Hampir semua orang didalam kehidupan mereka mengalami stress sehubungan denga pekerjaan mereka. Tidak jarang situasi yang ‘stressful’ ini kecil saja dan tidak berarti, tetapi bagi banyak orang situasi stress itu begitu sangat terasa dan berkelanjutan didalam jangka waktu yang lama.

·                     Pendekatan stress

1.    Pendekatan Individual

Menurut Patton (1998) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain: Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan dll. Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrover, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dll. Sosial – kognitif seperti dukungan sosial, hubungan social dengan lingkungan sekitarnya Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.
2.    Pendekatan Perusahaan

Kaitannya dengan tugas-tugas dan pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stress kemungkinan besar lebih spesifik. Clark (1995) dan Wantoro (1999) mengelompokkan penyebab stress (stressor) di tempat kerja menjadi tiga kategori yaitu stressor fisik, psikofisik dan psikologis.
Faktor peran individu dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik. Dalam suatu penelitian tentang stress akibat kerja menemukan bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang lebih tinggi serta mempunyai kecenderungan merokok yang lebih banyak dari karyawan yang lain.

Faktor hubungan kerja. Hubungan seperti adanya kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja Faktor pengembangan karier.

Faktor struktur organisasi dan suasana kerja. Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur organisasi dan suasana kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan model manajemen yang dipergunakan. Beberapa faktor penyebabnya adalah, kurangnya pendekatan partisipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor, selain itu pemilihan dan penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress

Faktor di luar pekerjaan. Faktor kepribadian seseorang (ekstrover atau introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain. Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.

Selain faktor-faktor tersebut tentunya masih banyak faktor penyebab lainnya seperti:
Ancaman pemutusan hubungan kerja. Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Contoh kasus pengeboman hebat yg terjadi pada tgl 12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali, kasus ini memberi dampak negative dibidang ketenaga kerjaan, ribuan karyawan sector pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya turis yang dating ke Bali. Kondisi demikian sudah barang tentu menimbulkan keresahan bagi karyawan dan berakibat kepada timbulnya stress.  Perubahan politik nasional Krisis ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan melakukan efisiensi dalam bentuk perampingan organisasi. Akibatnya ribuan karyawan terancam berhenti kerja atau pensiun muda dan pencari kerja kehilangan lowongan pekerjaan. Stress dan depresi menjadi bahasa popular pada kalangan masyarakat pekerja maupun pencari kerja.

C.    Definisi konflik

Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)

·         Jenis-jenis konflik

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi, antara lain :

1)    Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.

2)    Konflik Interpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.

3)   Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

4)   Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

5)   Konflik antara organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

·                     Proses Konflik

1.      Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses terjadinya konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul.
2.      Kognisi dan Personalisas
Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
3.      Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka.
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
4.      Perilaku Tahapan selanjutnya dalam proses terjadinya konflik adalah perilaku yang meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
5.      Akibat Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.

kesimpulan :
jadi, menurut saya empowerment , yaitu upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat..Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri. tress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan).sedangkan menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Sumber
Ivancevich, John M., Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2007. Perilaku dan Manajemen     Organisasi Edisi 7 (2). Jakarta: Erlangga
Kreitner, Robert, Angelo kinicki. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi . Terjemahan Erly Suandy.     2005. Jakarta: Salemba Empat
Christian,M.2005.Jinakkan stress.Bandung:Nexx Media
Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar