NAMA
: ANISA TRIANANDA
KELAS
: 2PA13
NPM
: 11513080
Penyesuaian
Diri, Pertumbuhan Personal dan Stres
PENYESUAIAN DIRI
Manusia sejatinya dilahirkan akan berhadapan dengan
lingkungan yang membuatnya harus bisa dapat menyesuaikan diri, manusia pada
awalnya melakukan penyesuaian fisiologis tetapi dengan seiringnya
berkembangnya manusia, manusia tidak hanya harus bisa beradaptasi dengan
lingkungan saja atau fisiologisnya saja tapi harus bisa menyesuaikan diri
secara psikologis.
Penyesuain diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan
istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa
penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai
bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha
penguasaan (mastery) .
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi
( adaptation ), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah kepada
penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis.
Misalnya, seseorang yang terbiasa dengan lingkungan yang sepi seperti di
perkampungan dan udara yang sejuk terus pindah ke tempat ramai seperti
perkotaan dengan udara yang panas maka seseorang harus bisa beradaptasi dengan
lingkungan barunya.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan
penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan
penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain. Dengan
memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana
individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu
menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial,
maupun emosional.
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri
dimaknai sebagai usaha penguasaan ( mastery ), yaitu kemampuan untuk
merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga
konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak terjadi.
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah.
Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini
merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia
diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap
sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi
(Hurlock,1980).
Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan baik (good
adjustment) adalah apabila seseorang menampilkan respon yang matang,
efisien, memuaskan, dan wholesome. Yang dimaksud dengan respon yang
efisien adalah respon yang hasilnya sesuai dengan harapan tanpa membuang banyak
energi, waktu atau sejumlah kesalahan. Wholesome maksudnya adalah respon
yang ditampilkan adalah sesuai dengan kodrat manusia, dalam hubungannya dengan
sesama manusia, dan hubungannya dengan Tuhan. Manusia yang dapat menyesuaikan
diri dengan baik maka hidupnya akan harmonis dan jauh dari
penyimpangan-penyimpangan begitu juga sebaliknya apabila seseorang mengalami
kesulitan dalam penyesuaian diri mereka akan mengalami maladjustment yang
ditandai dengan penyimpangan atau perilaku yang menyimpang yang tidak berlaku
di lingkungan tersebut.
Penyesuaian diri bersifat relatif, karena tidak ada
orang yang mampu menyesuaikan diri secara sempurna. Alasan pertama penyesuaian
diri bersifat relatif adalah melibatkan kapasitas atau kemampuan seseorang
dalam beradaptasi baik dari dalam maupun dengan lingkungan. Kapasitas ini
bervariasi antara yang satu dengan yang lainnya, karena berkaitan dengan
kepribadian dan tingkat perkembangan seseorang. Kedua adalah karena adanya
perbedaan kualitas penyesuaian diri antara satu masyarakat atau budaya dengan
masyarakat atau budaya lainnya. Dan terakhir adalah karena adanya
perbedaan-perbedaan pada setiap individu, setiap orang mengalami masa naik dan
turun dalam penyesuaian diri.
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada penyesuaian diri ada dua aspek yaitu: penyesuaian
pribadi dan penyesuaian sosial seperti yang akan di jelaskan di bawah ini.
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk
menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara
dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Pada penyesuain ini seseorang menyadari
siapa dirinya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif
sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi
ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau
tanggungjawab, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan
kejiwaannya ditandai dengan adanya perasaan yang tenang tidak adanya
kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak
puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai
dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib
yang dialaminya dan dapat berdampak negative atau perilaku yang menyimpang.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam lingkup sosial. Di
dalam lingkup sosial (masyarakat) terjadi proses saling mempengaruhi satu
sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan
tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang
mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup
sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal
dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup
hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan
tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,
keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam
poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan
penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian
pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan
individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan
peraturan sosial kemasyarakatan. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai
berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu
mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya
dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua penyesuaian di atas adalah dasar agar indvidu
dapat menyesuaikan diri dengan baik tanpa adanya perilaku penyimpangan yang
tidak sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang terdapat di suatu lingkungan
tersebut.
Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik ialah satu hal yang selalu
ingin diraih setiap orang, tapi untuk itu sangat sulit tercapai apalagi saat
dewasa ini yang banyak begitu tuntutan dan permasalahan baru yang terjadi
kecuali bila kehidupan orang itu benar-benar terhindar dari tekanan,
kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut
mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi
kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa
senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Di bawah ini ada 3 lingkungan yang dapat membentuk
penyesuaian diri individu diantaranya lingkungan keluarga, teman sebaya dan
sekolah.
a. Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan
atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat
keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian
diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa
kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan
pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam kenyataannya banyak orang
tua yang menyadari hal tersebut namun orang tua terkadang terlalu sibuk dengan
urusannya sendiri dengan berbagai alasan ada yang beralasan mengejar karir,
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi agar keluarganya dapat mapan dan amasa depan
anak-anaknya terjamin. Namun sayangnya hal ini seringkali ditanggapi negatif
oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci.
Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang
(terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di masa yang akan datang.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk
mengembangkan berbagai kemampuan, salah satunya kemampuan untuk penyusuaian
diri terhadap lingkungan baik secara fisiologis maupun psikologis apabila
individu di ajarkan dengan baik oleh orang tuanya maka kelak seorang individu
dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan norma-norma yang berlaku di
lingkungannya.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak
menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain.
Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri
dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu.
Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul
dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah
laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan
adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu,
orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau
tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga
mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara
berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih
banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan
penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri
sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama,
keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi
masa depannya.
b. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan
hubungan yang erat diantara kawan-kawan akan membantu individu dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan apalagi saat individu beranjak remaja dan
dengan adanya pertemanan yang erat akan membantu dirinya dalam penerimaan
terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam
memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang
lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat
kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan
kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang
tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada
masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab
pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya
mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa
depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut
individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik
untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan
sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses
pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai
yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual
individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode
yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru
sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
PENGERTIAN PERTUMBUHAN PERSONAL
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia
disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan
dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain.
Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan
yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang
spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu
individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan
sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan
karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat
panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya
tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi
pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang
paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga
pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti
akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam
lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat
norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan
individu.
Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak
langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya
apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di
dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka
ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam
kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak
disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan
mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak
disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di
lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi
yang cuek.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan individu
Faktor genetik
Faktor keturunan — masa konsepsi
Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis
kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa
keunikan psikologis seperti temperamen
Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat
berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir
yang optimal.
Faktor eksternal / lingkungan
Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi
sampai akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi
bawaan
Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan
tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya
Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh
dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan
pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah
individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
a. Aliran asosiasi
perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena
pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang
menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin
sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi gestalt
pertumbuhan adalah proses perubahan secara
perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru
kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
c. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses
perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap
disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak
lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
B. STRESS
Apa itu Stress
?
Stress
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu kondisi yang dinamis
saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan
oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan
penting.
A.
Arti
penting stress.
Stress juga dibutuhkan dalam kehidupan ini, jika seseorang tidak pernah mengalami stress hidupnya akan hampa, tidak ada yang namanya tantangan. Stress tidak berarti negatif (distress), stresspun ada yang bersifat positif (uestress) untuk menyeimbangkan proses kehidupan kita.
• Efek-Efek stress menurut hans selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930 tidak semua jenis stres bersifat merugikan. Berikut adalah beberapa efek dari stress:
1. Local Adaptation Stres.
Local Adaptation Stress adalah ketika tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini contohnya seperti pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dan masih banyak lagi. Responnya berlangsung dalam jangka yang sangat pendek. Karakteristik dari LAS adalah respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system, respon bersifat adaptif sehingga diperlukan stresor untuk menstimulasinya, respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus, dan respon bersifat restorative.
2. General Adaptation Syndrome
General Adaptation Syndrome adalah istilah penting dari Hans Selye yang ditemukan saat membahas tentang stress. Menurutnya ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikkan aktivitas sistem syaraf simpatetik. Reaksi fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress itulah yang disebut sebagai General Adaption Syndrome. GAS terdiri dalam tiga fase :
a. Alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, yaitu hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam ditandai dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b. The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melebihi tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini, mulai timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor.
c. Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya.
3.Jenis Stres
1. Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
2. Dua jenis stres menurut Holahan (1981) yaitu:
a. Systemic stres yang didefinisikan oleh Selye (dalam Holahan, 1981) sebagai respon non fisik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Selye mengidentifikasikan 3 tahap respon sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres, Yng diistilahkan General Adaption Syndrome (GAS). Tahap pertama adalah alarm reaction. Tahap ini bisa diartikan sebagai pertahanan tubuh, tahap kedua adalah resistance atau adaptasi dan tahap ketiga adalah exhaustion atau kelelahan.
b. Psychological stress.
Stress juga dibutuhkan dalam kehidupan ini, jika seseorang tidak pernah mengalami stress hidupnya akan hampa, tidak ada yang namanya tantangan. Stress tidak berarti negatif (distress), stresspun ada yang bersifat positif (uestress) untuk menyeimbangkan proses kehidupan kita.
• Efek-Efek stress menurut hans selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930 tidak semua jenis stres bersifat merugikan. Berikut adalah beberapa efek dari stress:
1. Local Adaptation Stres.
Local Adaptation Stress adalah ketika tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini contohnya seperti pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dan masih banyak lagi. Responnya berlangsung dalam jangka yang sangat pendek. Karakteristik dari LAS adalah respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system, respon bersifat adaptif sehingga diperlukan stresor untuk menstimulasinya, respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus, dan respon bersifat restorative.
2. General Adaptation Syndrome
General Adaptation Syndrome adalah istilah penting dari Hans Selye yang ditemukan saat membahas tentang stress. Menurutnya ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikkan aktivitas sistem syaraf simpatetik. Reaksi fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress itulah yang disebut sebagai General Adaption Syndrome. GAS terdiri dalam tiga fase :
a. Alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, yaitu hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam ditandai dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b. The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melebihi tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini, mulai timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor.
c. Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya.
3.Jenis Stres
1. Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
2. Dua jenis stres menurut Holahan (1981) yaitu:
a. Systemic stres yang didefinisikan oleh Selye (dalam Holahan, 1981) sebagai respon non fisik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Selye mengidentifikasikan 3 tahap respon sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres, Yng diistilahkan General Adaption Syndrome (GAS). Tahap pertama adalah alarm reaction. Tahap ini bisa diartikan sebagai pertahanan tubuh, tahap kedua adalah resistance atau adaptasi dan tahap ketiga adalah exhaustion atau kelelahan.
b. Psychological stress.
B. Tipe-tipe Stress Psikologi :
a. Tekanan
Tekanan terjadi akibat adanya tuntutan atau tujuan tertentu yang
memaksa seseorang untuk bertingkah laku tertentu untuk mencapai suatu sasaran.
b. Frustasi
Terjadi karena adanya tuntutan yang tidak bisa terpenuhi
atau tidak sesuai harapan, sehingga membuat seseorang putus atas dan frustasi.
c. Konflik
Konflik terjadi karena adanya pertentangan keinginan pribadi
dengan tuntutan orang lain, atau munculnya dua motif yang berbeda dalam waktu
yang bersamaan.
d. Kecemasan
Kecemasan muncul apabila individu merasa jika keinginannya tidak
dapat terpenuhi tepat waktu atau khawatir apabila munculnya tuntutan dari orang
lain sebelum keinginan pribadinya tercapai
C.
Symtom, reducing responses
terhadap stress, mekanisme pertahanan diri, dan Strategi Coping dalam mengatasi
Stress ''Minor''
Symtom atau lebih di kenal dengan Gejala
Menurut The American Institute of Stress, sysmptom
atau gejala stress ada 50, yaitu :
1. Frequent headaches, jaw clenching
or pain
2. Gritting, grinding
teeth
3. Stuttering or
stammering
4. Tremors, trembling
of lips, hands
5. Neck ache, back
pain, muscle spasms
6. Light headedness,
faintness, dizziness
7. Ringing, buzzing
or “popping sounds
8. Frequent blushing,
sweating
9. Cold or sweaty
hands, feet
10. Dry mouth,
problems swallowing
11. Frequent colds,
infections, herpes sores
12. Rashes, itching,
hives, “goose bumps”
13. Unexplained or
frequent “allergy” attacks
14. Heartburn,
stomach pain, nausea
15. Excess belching,
flatulence
16. Constipation,
diarrhea, loss of control
17. Difficulty
breathing, frequent sighing
18. Sudden attacks of
life threatening panic
19. Chest pain,
palpitations, rapid pulse
20. Frequent
urination
21. Diminished sexual
desire or performance
22. Excess anxiety,
worry, guilt, nervousness
23. Increased anger,
frustration, hostility
24. Depression,
frequent or wild mood swings
25. Increased or
decreased appetite
26. Insomnia,
nightmares, disturbing dreams
27. Difficulty
concentrating, racing thoughts
28. Trouble learning
new information
29. Forgetfulness,
disorganization, confusion
30. Difficulty in
making decisions
31. Feeling
overloaded or overwhelmed
32. Frequent crying
spells or suicidal thoughts
33. Feelings of
loneliness or worthlessness
34. Little interest
in appearance, punctuality
35. Nervous habits,
fidgeting, feet tapping
36. Increased
frustration, irritability, edginess
37. Overreaction to
petty annoyances
38. Increased number
of minor accidents
39. Obsessive or
compulsive behavior
40. Reduced work
efficiency or productivity
41. Lies or excuses
to cover up poor work
42. Rapid or mumbled
speech
43. Excessive
defensiveness or suspiciousness
44. Problems in
communication, sharing
45. Social withdrawal
and isolation
46. Constant
tiredness, weakness, fatigue
47. Frequent use of
over-the-counter drugs
48. Weight gain or
loss without diet
49. Increased
smoking, alcohol or drug use
50. Excessive
gambling or impulse buying
Mengurangi respon terhadap stress
Jangan terlalu di ambil pusing apabila
kita sedang menghadapi masalah, memang ada kalanya kita harus serius,
adakalanya serius tapi jangan di bawa beban, santai bukan berarti
menyepelekan.
Cara yang paling Ampuh untuk dapat
mengurangi stress adalah dengan sharing dengan orang dapat dipercaya, kenapa
harus sharing ? Manusia pada hakikatnya adalah Makhluk Sosial, oleh karena
itulah apabila kita memang sedang menghadapi suatu Permasalahan yang cukup
berat, alangkah baiknya kita sharing dengan orang lain, maka dengan begitu
secara psikologis Hati akan Plong dan Lega.
Mekanisme Pertahanan Diri
Terjadi ketika kita sedang menghadapi
masalah, kadang kala ego kita yang membuat stress itu semakin berat, oleh
karena itulah di butuhkan pikiran yang jernih dalam melihat permasalahn
tersebut.
d. Strategi Coping mengatasi stress
''Minor''
> problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian
dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres.
> emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk
mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan
diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
D. Pendekatan
problem solving terhadap stress dan Bagaimana meningkatkan toleransi stress
a. Pendekatan
problem solving terhadap stress
Pemecahan
masalah terhadap stress ada banyak caranya, ada bisa dengan kemampuan sendiri
maupun dukungan dari lingkungan. Seseorang yang memiliki tingkat kematang
emosial yang bagus maka dia seharusnya bisa lebih mudah dalam memecahkan suatu
permasalahan yang mungkin akan mengakibatkan stress. Di bantu juga dengan
pendekatan spiritual kepada Tuhan YME, agar selalu di carikan jalan keluar yang
terbaik.
Jika dari Lingkungan, peran orang
tua dan sahabat sangat diperlukan agar kita bisa terhindar dari stress. Kita
bisa curhat mengenai permasalahan yang sedang kita hadapi.
b. Meningkatkan Toleransi Stress
Caranya,
apabila kita sedang Stress, yakinlah bahwa Masalah itu akan bisa di atasi,
denagn cara kita memberi sugesti pada diri sendiri dan hadapi masalah itu,
bukan di hindari.
DAFTAR PUSTAKA
Lazarus,R,S.,& folkman,S.
(1984). Stress,appraisal,and coping. New York: Springer.
Lazarus, A. A. (2006). Learning theory and the treatment of depression. Behavior research and therapy, 6, 83-89.
Lazarus, A. A. (2006). Learning theory and the treatment of depression. Behavior research and therapy, 6, 83-89.
Alex Sobur, 2003. Psikologi
Umum. Bandung : Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar